Advertisement

Pemuda Aceh, kapan Merdeka?

Sejarah panjang perjuangan pemuda-pemuda islam pada zaman Rasulullah tak boleh dilupakan begitu saja. Sederetan nama-nama besar telah menghiasi heroik perjuangan (al-juhdu) islam kala itu. Perjuangan demi perjuangan yang diarsiteki oleh pemuda-pun terus berlanjut sampai sekarang. 

Singkat kata, pemuda (asysyabab) menduduki peran penting dalam agama (addin) dan negara (addaulah).  Peran penting pemuda menjadikan agama dan negara semakin berjaya. Sebaliknya ketika peran penting itu telah dinafikan oleh pemuda maka agama dan negarapun akan mengalami degadrasi nilai. 

Aceh sekarang merupakan contoh nyata bagaimana degradasi nilai itu terjadi. Dimana para pemuda tidak lagi mempunyai kemerdekaan dalam statusnya sebagai pemuda. Penyeludupan ganja, perampokan, pencurian, sebagian pelakunya berasal dari kaum muda.  Agaknya kasus-kasus seperti ini tak lagi menjadi keanehan disekeliling kita, manakala syari’at islam begitu gentar digembar-gemborkan.

Pemuda Aceh sekarang telah terkalahkan dan terjajah oleh budaya barat yang begitu menghegemoni. Mulai dari pergaulan sosial, busana, sampai kepada latar pendidikan sekalipun. Virus westernisasi yang menjangkiti pemuda Aceh telah sedemikian besar, sebaliknya pemahaman terhadap agama sangat dangkal. 

Tak berhenti disitu,  pemuda Aceh sebagiannya masih berstatus penganggur (unemployment) di negeri kaya ini.  ketokohan Jhoni dan kawan-kawan  dalam film populer eumpang breueh merupakan potret hakiki pemuda pengangguran yang coba diperankan. 

Angka pengangguran (tuna karya) tersebut terus membengkak (Harian SI/10 November 2010). Pengangguran di kota Banda Aceh sendiri   meningkat  sekitar 26 persen  lebih dibandingkan jumlah penganguran pada tahun 2009 (Harian SI/7 November 2010). Hal serupa terjadi di Pidie, selama tahun 2009 angka pengangguran di Pidie mencapai 17368 jiwa, jumlah itu bertambah sekitar 10 persen dari tahun 2008 berjumlah 15868 jiwa. (Waspada online/12  Januari 2010)

Beberapa waktu yang lalu World Acehnese Association (WAA) sebagai organisasi penyatuan masyarakat Aceh ban sigom donya telah membentuk sebuah lembaga usaha yang diberi nama Acdenmark. (WAA News, 31/10/ 2010) lembaga yang bergerak pada perkembangan perekonomian masyarakat Aceh ini penulis rasa merupakan salah satu solusi jitu ditengah masyarakat berharap banyak pada program pemerintah yang tak kunjung terealisasi. Pada tahap selanjutnya kita berharap ACDK bisa  melebarkan sayap sampai ke seluruh pelosok Aceh. Paling tidak pemuda-pemuda pengangguran seperti tokoh Jhoni dan kawan-kawan tadi mendapatkan pekerjaan layak.  Sehingga angka kemiskinan dan penganguran menjadi berkurang.

Akhlak Building
Upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan penganguran di Aceh harus dibarengi dengan pembangunan akhlak (akhlak building), sebagai harga yang tak boleh ditawar. lagi  krisis akhlak yang menimpa pemuda Aceh sudah menunjukkan ke taraf puncak (khatir). Penyakit sosial  ini harus segera di babat habis sebelum tuhan mengirim tsunami jilid II ke negeri ini.

Maka satu solusi yang harus diterima oleh pemuda Aceh saat ini adalah memperdalam kembali ilmu agama (ulumud din) sebagai kewajiban utama. Sebagaimana sekian dari sabda Rasulullah Saw tentang anjuran menuntut ilmu agama “man yuridullaha bihi khairan, yufaqqihuhu fiddin” barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama. (Hadis shahih riwayat Bukhari, 2984 dan Muslim, 1037). 

Imam Nawawi dalam kitabnya Riyadush Shalihin, pada pembahasan keutamaan ilmu mencantumkan hadis ini sebagai hadis pertama. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata “dalam hadis ini terdapat terdapat keterangan yang jelas tentang keutamaan orang-orang yang berilmu (agama) dan keutamaan mempelajarinya, serta anjuran untuk menuntut ilmu (agama).” (Syarah Sahih Muslim, 7/128

Memperdalam ilmu agama (addin) yang penulis maksud disini bukan hanya menghafal atau menguasai teori-teori belaka. Lebih dari itu implementasi (amaliyah) ilmu tersebut kedalam kehidupan sosial  akan membantu perbaikan krisis akhlak yang dialami bangsa. sebagai penunjang semua itu, agaknya pemuda Aceh perlu mengambil istifadah kembali bagaimana semangat patriotisme (alqaumiyah) dari pemuda islam pada kurun terdahulu.  

Untuk memperoleh kemerdekaanya, pemuda Aceh juga  harus meninggalkan sifat  mengeluh (kuffa ‘ani alsyakwa) seperti kaidah yang disebutkan oleh syeikh Muhammad Hussain Ya’qub dalam kitabnya ushul Al-Wushul lillahi Ta’ala. Berhenti mengeluh  adalah sebuah sikap mejauhkan diri dari rasa pesimisme sehingga sikap optimisme yang ada pada pemuda lebih mendominasi.

Akhirnya semangat (Istifadah) kemerdekaan pemuda Aceh harus kembali kepada konsep asal (manhaj islam). Dimana konsep dan idealisme tersebut harus tegak tegak diatas empat pilar sebagaimana yang diungkapkan Hasan Al-Banna dalam Majmu’ Ar-Rasail yaitu, iman, ikhlas, obsesi yang tinggi dan kerja. Sehingga para pemuda Aceh akan kembali menemukan kemerdekaannya (hurriyah).  Kemerdekaan luar-dalam tentu saja!
Dari negeri berdebu.
9 Desember 2010, Pukul 2 pagi.







Posting Komentar

0 Komentar