Ketika meletus perang Romawi, kaisar Romawi saat itu,
Clodius II merasa kesulitan merekrut
tenaga perang. Pengaruh Lupercalia serta merta telah merasuki rakyat
Romawi, mereka larut memuja nafsu syaithani. Sang kaisar berusaha mengusik
tradisi ini dengan membatalkan ritual Lupercalia. Valentine, seorang pastor
saat itu menentang keras kebijakan kaisar.
Hal ini membuat hati kaisar murka, lalu ia memenggal kepala sang pastor.
Ketokohan Valentine akhirnya melagenda. Valentine dianggap
sebagai pembela rakyat dan Lupercalia. Untuk mengingat jasa sang pastor, maka diperingatilah
hari Valentine di setiap tanggal 14 Februari, bertepatan dengan hari eksekusi sang pastor. Di
kemudian hari, Valentine Day yang mereka simbolkan sebagai hari kasih sayang
terus dipelihara dengan segenap euforia.
Generasi muda yang tengah gersang dengan nilai-nilai
ruhiyah terpengaruh begitu saja dan ikut melestarikan adat jahiliyah ini.
Filterisasi dan alat-alatnya tak punya daya menahan sengatan Valentine Day.
Ritual Salah Kaprah
Memperingati hari Valentine Day berarti turut
melestarikan budaya jahiliyah. Para pengusungnya masih belum mampu memahami
esensi dari hari-hari yang tuhan
ciptakan sebagai nikmat dan anugerah. Karena pada hakikatnya setiap dimensi hidup
kita selalu dipenuhi dengan kasih sayang tuhan. Dialah sang maha pengasih (ar-Rahman)
sang maha penyayang (ar-Rahim) yang menurunkan kasih dan sayangnya
kepada manusia.
Valentine Day jelas-jelas menempatkan wanita ditempat
yang tak terhormat. Para aktivis gender yang selama ini giat meneriakkan isu tentang hak asasi
manusia sangat berkewajiban untuk memusnahkan budaya yang telah mengerogoti
tubuh Indonesia ini.
Di Indonesia sendiri, Valentine Day terus menari-nari,
menggoda para generasi pembangun bangsa. Di ibukota apalagi, teriakan ormas
Islam tak cukup membuat mereka tersentak bahwa tradisi Valentine Day menyimpang
dari ajaran Islam dan budaya Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia sebagai representatif organisasi
ulama seyogyanya membuat kebijakan melarang Valentine Day. Pihak pemerintah
melalui departemen agama perlu menyiapkan satu keputusan hukum menyangkut Valentine Day. Ritual ini bukan saja
menyimpang dari ajaran Islam, namun memberangus budaya Indonesia.
Memperingati Valentine Day berarti kita mundur jauh ke
beberapa abad. Para ulama mengibaratkan dunia dengan belakang dan akhirat
adalah depan. Lantas apa faidahnya kita mengejar sesuatu yang jauh ke belakang
yang penuh nilai-nilai jahiliyah.
Islam sebagai agama sempurna (syumul) telah datang
dengan konsep yang jelas tentang hubungan suci antara lelaki dan perempuan
melalui pernikahan. Ikatan suci tersebut merupakan amal ibadah dalam rangka
menyempurnakan setengah agama. Islam adalah agama romansa yang mengatur dengan
sangat apik hubungan suami-istri. Literatur fiqih dalam bab munakahatnya
telah mengupas banyak bagaimana muamalah yang sehat antara suami-istri.
Selayaknya masa-masa muda dimanfaatkan pada kesibukan
menuntut ilmu, sebagaimana jalan yang ditempuh para ulama shalafush shalih.
Para ulama pada masa mudanya dipenuhi cinta yang membara pada ilmu. Tak heran jika ada ulama yang telah sampai pada
tahap kenikmatan beilmu yang luar biasa sehingga lupa untuk menikah.
Ibarat sebuah tanaman, maka Valentine Day adalah tanaman
berduri yang sangat membahayakan. Ia akan terus menjalar, korbannya adalah pada
generasi-generasi hijau yang tak menahu apa. Lebih dari itu, Valentine Day
adalah tanaman penuh racun yang membawa penyakit bagi tanaman-tanaman lain.
Membabatnya adalah dengan agama. Para orang tua harus
turun tangan mengawal anak-anaknya. Yakni mengajarkan mereka dasar-dasar agama,
sehingga tahu membedakan mana yang halal dan haram. Serta mengantar mereka ke
lembaga-lembaga pendidikan agama agar terselamat dari pengaruh tradisi
jahiliyah ini.
Aceh sebagai satu-satunya wilayah yang punya wewenang
menerapkan syari’at Islam sangat naïf jika ikut terjangkiti virus Valantine
Day. Generasi muda Aceh perlu kita selamatkan semenjak dini. Aceh mau tidak mau
harus menyiapkan generasi yang alim rabbani
dan generasi penghafal Al-quran yang mengerti hukum-hukum Islam. Bukan generasi
Valentinisme yang jauh dari ruh agama . Lebih dari itu Aceh harus berdiri di
garda depan membabat Valentine Day di Indonesia.
Menguak kembali kisah Lupercalia dan Valentine sama saja
dengan menelanjangi sejarah Kristen Eropa. Maka kita akan menemukan bentuk
kebodohan mereka yang berlipat ganda. Jika Valentine Day yang mewarisi semangat
lupercalia berhasil menginjak Nusantara, maka ini merupakan musibah besar, dan
sebaliknya menjadi kemenangan bagi kaum salibis. Luka perang salib belum sembuh
benar, Lupercalia akan terus bereforia mengusik generasi muda. Babat
Lupercalia, babat Valentine Day sebelum menyara di tanah pusaka.
0 Komentar