Advertisement

Muallaf dan Kepedulian Kita

Sebagai agama rahmat, Islam memberi perhatian mendalam kepada para mualllaf.  Secara hakikat Islam sangat bersuka cita dengan bertambahnya umat, kehadiran muallaf ikut meramaikan  dan memperkuat ukhuwah islamiyah.  Muallaf menjadi orang yang telah mendapatan hidayah Allah Swt, betapa menjadi Islam adalah salah satu nikmat terbesar yag Allah berikan kepada hamba-hambanya (Al-Baqarah, 257)


Keputusan muallaf untuk menjadikan Islam sebagai tujuan hidup bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi telah melalui proses pikir yang mendalam.  Proses masuknya Islam seseorang juga terkadang membutuhkan waktu yang lama, seseorang bahkan telah sampai pada tahap mengkaji agama-agama lain yang akhirnya sampai kepada ad-Din al-Islamiyyah.

Literatur fiqih Islam banyak mengupas tentang hal-ihwal para muallaf, misalnya dalam hal zakat, munakahat hatta kepada pembagian warisan. Fiqih memposisikan muallaf sebagai mustahiq zakat (Alquran; At-Taubah 60). Ada banyak hikmah mengapa para mualaf ini menjadi mustahiq, sebagaimana disebut Dr Yusuf Qardhawi dalam kitab Fiqh al-Zakat, diantaranya untuk menolong dan menguatkan hati mereka yang telah sah menjadi saudara seagama. Dalam munakahat, istri dan suami yang masuk Islam tak perlu lagi memperbaharui nikahnya. Ilmu mawarist juga telah mengatur dengan baik dan bijak bagaimana pembagian harta warisan jika terkait dengan nasab para muallaf. 

Literatur Sejarah juga telah berbicara banyak mengenai kehebatan para muallaf dalam meningkatkan kualitas dirinya beragama. Hal ini diwujudkan dengan kelahiran  maha karya yang layak diapresiasi berupa sastra; novel, biografi hidup, jurnal-jurnal ilmiyah tentang bukti kesempurnaan Islam bahkan banyak karya-karya lain bergenre agama yang menambah khasanah keilmuwan Islam itu sendiri. 

Dr Yahya Hasyim dalam kitab Difa’ at-Tarikh islami  turut mengupas bagaimana  proses masuknya Islam ke benua Eropa seperti ke Perancis, Hasyim menulis tentang tanggung jawab Bani Umayah dalam hal memperkuat aqidah dan mengembangkan keilmuwan Islam.  Masuknya Islam ke Perancis bagian selatan telah dimulai semenjak masa Bani Umayah abad ke dua Hijriah yang dipimpin oleh Samhu bin Malik al-Khulani. 

Merangkul Muallaf
Kaum muslimin mengemban amanah untuk mendidik para muallaf dalam berislam. Muallaf harus dijaga dan dibina dengan mengisi pemikirannya dengan akidah  Islam yang lurus disamping mengajari mereka bagaimana membina hubungan antara tuhan (al-Hablu min Allah) dan sesama (al-Hablu min an-Nas). Islam bagi para mullaf harus mampu dibaca sebagai agama kasih sayang yang membuat suburnya nilai-nilai keimanan dan optimisme.

Seorang alumni Al- Azhar, warga negara Perancis yang dulunya adalah muallaf, namanya Syekh Yahya Nabil, beliau banyak berperan dalam membantu para muallaf untuk bisa mengenal agamanya dengan baik. Diantara peran beliau terekam dalam sebuah lembaga badan waqaf amal Indonesia Kairo, Syekh Yahya Nabil menjadi donatur dalam lembaga ini. Banyak tulisan-tulisan  dari Badan Waqaf  Amal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk kemudian dikirim kepada para muallaf di negara-negara Eropa. Sepengatahuan penulis Badan Waqaf Amal ini juga membuat bimbingan belajar agama bagi orang-orang Eropa di Cairo. 

Kita sangat mengapresiasi langkah-langkah kontruktif seperti ini. Apa yang kita ketahui bahwa jumlah kaum muslim di Eropa selalu meningkat setiap tahunnya. Sudah pasti lembaga-lembaga yang bergerak pada kepedulian muallaf sangat diperlukan dan harus tetap eksis menggelorakan semangat dakwah.

Muallaf di Aceh
Dalam data yang dirilis harian Serambi Indonesia, jumlah muallaf di Banda Aceh  telah mencapai  400 jiwa orang (Serambi Indonesia, 16 Agustus 2012). 400 jiwa ini menjadi tanggung jawab kita bersama dalam hal membina, mengikutkan mereka dalam komunitas dan majlis ilmu. 

Baru-baru ini kita kembali mendapat kabar tentang beberapa warga asing yang masuk Islam di Aceh. Setelah seorang warga Perancis mengucapkan syahadat di Mesjid Raya Baiturrahman (Serambi Indonesia, 17 November 2012) giliran warga Jakarta masuk Islam di Blang Pidie (Serambi Indonesia, 24 November 2012) Kemudian disusul lagi sekeluarga dari tanah Nias mengucap syahadat di Blang Pidie, (Serambi Indonesia, 1 Desember 2012) bumi Aceh seolah bergetar dengan bertambahnya saudara seiman.  Ini kembali menjadi tantangan dan ujian bagi kita sejauh mana amanah dakwah yang telah Allah berikan mampu kita jaga dan bina.

Kita sangat menyayangkan ketika forum-forum atau lembaga yang bergerak dalam kepedulian terhadap muallaf masih terasa kurang eksis di Aceh. Sebaliknya para muallaf di Aceh telah membentuk komunitasnya sendiri dengan nama Persatuan Muallaf Aceh Sejahtera (PMAS). Namun sayangnya lembaga ini belum banyak mendapat perhatian pemerintah maupun lembaga-lembaga agama dalam hal bimbingan agama. (Serambi Indonesia, 16 Agustus 2012).

Jika ada program mengadakan pesantren kilat, maka hal tersebut penulis rasa belumlah memadai. Harus ada sebuah pengajaran ilmu agama secara berkelanjutan dan bertahap (tadarruj) apalagi untuk para muallaf. Memberikan bantuan-bantuan sembako adalah hal yang penting, namun ada amanah dakwah yang sangat penting tak boleh diabaikan.

Kedepan kita sangat berharap ada hubungan insten antara lembaga agama dan pemerintah  dengan muallaf. Bahkan lembaga-lembaga terkait harus fokus dalam hal mendidik para muallaf agar mampu membaca al-Quran dengan baik  atau menjadi hafiz sekalipun. Hal ini sendiri mengikut tradisi para muallaf di Eropa yang begitu bersemangat dalam belajar membaca al-Quran  dan menghafalnya. 

Kepedulian kepada muallaf menjadi satu hal penting ditengah kuatnya arus zionisme membobol benteng pertahanan Islam. Kita perlu bergerak dan merangkul mereka dalam satu bangunan mulia Islam. Mari menyiapkan diri secara baik untuk tujuan mulia dimaksud. Akhir kalam, selamat mengikuti ujian keu rakan dan guree-guree mandum, saling mendo’akan, bi at-Taufiq wa al- Imtiyaz!
 *Mahasiswa Tk III Fak. Syari’ah, Univ. Al-Azhar, Kairo.

Posting Komentar

0 Komentar