Advertisement

Rebuilding Rumoh Aceh

Rumoh Aceh dari abad ke abad selalu menjadi kebanggaan masyarakat Aceh sebagai bentuk identitasnya. Peran rumoh Aceh mampu menaikkan nilai tawar bumi Iskandar Muda dimata donya menjadi tinggi, keadaan ini sangat didukung oleh fungsi dan filosofi yang dimiliki rumoh Aceh sebagai tempat berta’abbud padaNya.
Filosofi bangunan rumoh Aceh dengan semangat keislamannya menambah keunikan sejarah itu sendiri. Terbukti dari seluruh kontruksi yang dibangun mulai dari pintu, tiang penyangga hatta ruang-ruangnya memiliki makna yang sangat mendalam bagi kehidupan beragama ureung Aceh.

Namun sayangnya di awal abad 21 ini Aceh mulai menghancurkan rumohnya sendiri. Sangat ironi manakala rumoh Aceh dipandang tak lagi sesuai zaman. Alasan lain adalah karena sudah lapuknya kayu atau menuanya tiang-tiang penyangga rumoh, sehingga membuat sebagian ureung Aceh lebih memilih untuk merehabnya dengan membangun rumoh berdinding beton (orang Aceh dulu menyebutnya rumoh Beulanda).

Hanya satu dua kampung yang masih bertahan dengan rumoh Acehnya. Bisa jadi mereka adalah para warga Aceh yang kaya tempo dulu, dimana kekayaan mereka merupakan hasil warisan keluarganya. Atau mereka adalah orang-orang miskin yang hanya mampu membangun rumoh Acehnya dengan kontruksi pelepah rumbiya.

Inilah realita Aceh hari ini yang sulit untuk dipungkiri, ternyata paragdima berpikir kita sudah jauh sekali dari nilai-nilai keacehan yang diwarisi oleh indatu dahulu. Bisa kita bayangkan kalau saja hari ini masih tersisa banyak rumoh Aceh tentu orang-orang luar yang datang akan merasa kagum betapa ureung Aceh sangat menghormati dan menghargai identitasnya.

Penulis merasakan sendiri ketika pulang saweue gampong, betapa sebuah kampung yang tidak lagi kampung disaat rumoh-rumoh Beulanda sudah tegak sedemikian rapi. Padahal era 90-an rumoh-rumoh Aceh masih sangat mudah untuk ditemukan.

Setidaknya banjir yang menimpa kawasan Meureudu akhir tahun lalu menjadi pengingat kembali akan betapa pentingnya eksistensi rumoh Aceh. Eksistensi itu ditunjukkan pada ketinggian tiang penyangganya, maka sudah barang tentu banjir tak mungkin menghancurkan segala isi yang ada di rumoh.

Namun siapa sangka, banjir besar yang tak terduga-duga tersebut datang disaat warga Meureudu telah kehilangan sebagian rumoh Acehnya. Walaupun hal ini kembali disadari oleh masyarakat sekitar, namun upaya untuk membangun kembali rumoh Aceh adalah sesuatu yang memberatkan masyarakat bahkan tak mungkin mereka lakukan lagi manakala rumoh-rumoh beton telah tegap dengan gagahnya.

Apapun alasannya, menghadirkan kembali rumoh Aceh adalah hal mutlak untuk dilakukan. Sebelum riwayat rumoh Aceh berakhir tragis akibat eksekusi masyarakatnya sendiri. Untuk itu perlu keseriusan menyadarkan kembali masyarakat akan eksistensi rumoh Aceh, lebih-lebih penyadaran kepada para generasi muda.
Eksistensi rumoh Aceh ini bahkan penting sekali untuk diajarkan bagi siswa tingkat sekolah dasar. Anak-anak Aceh perlu ditanamkan sebuah doktrin agar kelak mempunyai cita-cita untuk membangun rumoh Aceh.

Di samping itu Pemerintah perlu segera mendukung dan bahkan memberi apresiasi kepada pemilik rumoh Aceh lewat santunan dana sekalipun. Pejabat pemerintahan juga harus memberikan contoh mulia bagi masyarakat untuk bersedia membangun rumoh Aceh sebagai rumohnya. Sehingga mempunyai rumoh Aceh jauh dari kesan kampungan.

Akhirnya tanah Aceh harus subur kembali dengan rumoh Acehnya, masyarakat perlu memikirkan dua kali jika ingin meruntuhkan rumoh Aceh. Meruntuhkan rumoh Aceh sama saja dengan meruntuhkan identitas Aceh itu sendiri, sungguh sayang kalau tragedi ini benar-benar terjadi. Dimana lagi kita mendirikan rumoh Aceh kalau bukan pada tanah indatu kita sendiri?

Posting Komentar

0 Komentar